Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Munculnya Kerajaan Kediri

Web Sejarah - Kerajaan Kediri muncul setelah adanya pembagian kekuasaan yang dilakukan oleh Raja Airlangga. Tujuannya agar Mapanji Garasakan (putra kedua Airlangga) dan Samarawijaya (putra Dharmawangsa) tidak terus-menerus berseteru. Pembagian kekuasaan dilakukan oleh Empu Bharada.

Kerajaan Jenggala dan Panjalu

Kerajaan pun menjadi dua, yaitu Jenggala dan Panjalu. Kerajaan Panjalu kemudian memindahkan pusat kekuasaannya dari Daha ke Kediri. Kerajaan Panjalu kemudian lebih dikenal sebagai kerajaan Kediri.

Pada masa kekuasaan Raja Samarawijaya yang mulai memerintah sejak tahun 1041 M, Kerajaan Jenggala dan Panjalu (Kediri) tidak pernah hidup berdampingan secara damai. Perebutan kekuasaan terus berlangsung, hingga tahun 1052 M Mapanji Garasakan (Raja Jenggala) dapat mengalahkan Samarawijaya.

Namun, Mapanji Garasakan tidak lama memimpin kerajaan. Tampuk pemerintahan lalu jatuh pada Mapanji Alanjung Ahyes, kemudian kepada Samarothasa. Setelah Samarothasa berkuasa, perebutan kekuasaan di antara JEnggala dan Panjalu kembali berlangsung.

Jayabaya Menjadi Raja Kediri

Dalam peperangan ini, tidak diketahui pihak mana yang memenangkan persaingan. Selanjutnya, pada tanggal 1116 M Kerajaan Kediri dipegang oleh Bameswara. Pengganti raja Bameswara adalah Jayabaya (1135-1157 M).

Ketika Jayabaya berkuasa, pertentangan dengan Jenggala masih berlangsung. Jayabaya akhirnya dapat mengalahkan Jenggala. Sebagai penghormatan atas kemenengan tersebut Empu Kanwa dan Empu Panuluh mengubah Syair Bharatayudha.

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Jayabaya (1135-1157 M). Ketika Jayabaya berkuasa pertentangan dengan Jenggala berakhir setelah ia dapat menguasai kerajaan tersebut.

Lukisan Raja Jayabaya Kediri
Lukisan Prabu Jayabaya

Siapakah Jayabaya yang sangat terkenal dengan ramalannya ini?
Baca kembali :

Kediri Setelah Jayabaya Moksha

Menurut cerita sejarah, Sang Prabu Jayabaya meninggalkan dunia dengan cara moksha. Dalam agama Hindu, Moksha artinya meninggal dunia tanpa meninggalkan jasad. Di Mamenang Kediri terdapat petilasan beliau yang telah kami kunjungi dan kami ulas dalam artikel : Wisata Sejarah Pamuksan Sri Aji Joyoboyo. Bagi anda para pecinta sejarah, bisa membuktikannya langsung ke sana. Namun, harap diketahui, menurut masyarakat sekitar, petilasan tersebut banyak di kunjungi wisatawan Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Sepeninggal Jayabaya, kerajaan kediri berturut-turut dipimpin oleh Sarweswara, Aryeswara, Koncaryyadipa, Kameswara, dan Kertajaya.

Versi lain tentang siap saja yang pernah memerintah Kediri silahkan dibaca di :
Kertajaya adalah raja terakhir Kerajaan Kediri. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara dirinya dengan para brahmana. Penyebab pertentangan tersebut Kertajaya dianggap telah melanggar adat dan memaksa para brahmana menyembahnya sebagai dewa.

Para Brahmana kemudian meminta perlindungan kepada Ken Arok. Pada tahun 1222 M pecahlah pertempuran antara pasukan Ken Arok dengan prajurit Kertajaya di Banter. Dalam peperangan ini, Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, sehingga runtuhlah Kerajaan Kediri. Sejak saat itu, muncul kerajaan baru, yaitu Singasari.

Secara lengkap silahkan baca : Runtuhnya kerajaan Kediri

Kebudayaan Kerajaan Kediri

Zaman Kerajaan Kediri terkenal karena hasil seni sastranya. Suatu hal yang menarik dalam zamn ini adalah bahwa sekitar tahun1200 M unsur kebudayaan asli muncul kembali. Sedangkan kebudayaan Hindu yang merupakan lapisan luarnya mulai luntur. Mungkin hal ini akibat berkurangnya arus pengaruh kebudayaan Hindu dari India.

Pada abad itu pula pengaruh Islam di India telah berkembang sehingga saudagar-saudagar India yang datang ke Indonesia sudah banyak yang beragama Islam. Adapun tanda-tanda munculnya unsur-unsur kebudayaan asli Kediri adalah sebagai berikut :

1. Dalam cerita wayang kulit tampil tokoh-tokoh Punakawan dan lainnya, seperti terdapat dalam cerita Gatotkaca Sraya karangan Empu Panuluh.

2. Punakawan-punakawan itu oleh para sarjana dianggap tokoh-tokoh Indonesia asli. Tubuh mereka istimewa, seperti terlihat pada bentuk tubuh Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong dalam pertunjuakan wayang kulit.

Menurut Prof. C.C. Berg, para punakawan istimewa tersebut merupakan sumber sakti bagi para raja. Maka dalam cerita wayang, jika raja telah tidak mampu menghadapi suatu masalah, akhirnya Semarlah yang dapat menyelesaikannya.

3. Pada zaman Kediri, diketahui pula bahwa nama-nama binatang mulai lazim digunakan untuk nama para ksatriya, misalnya : Lembu Tal, Menjangan, Gajah Kuning, Macan Putih, dan Tikus Putih. Pemakaian nama-nama demikian berhubungan dengan kepercayaan totemisme, yang menganggap bahwa suatu keluarga seketurunan dengan binatang, pohon atau batu.

Hal itu terlihat pula pada nama 12 raja Mataram seperti Rakai Kayuwangi dan Rakai Watukura.