Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah sistem Kalender Jawa Kuno

Sejarah sistem Kalender Jawa Kuno - Penggunaan sistem kalender merupakan salah satu bentuk akulturasi. Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah mengenal Kalender Sakka (kalender Hindu) yang dimulai pada tahun 78 Masehi.

Dalam kalender Sakka ditemukan 5 nama pasaran hari, yaitu : legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Ini berarti jika putaran hari pasaran di mulai dari legi, maka ketika telah sampai kliwon maka akan kembali lagi dari legi.

Setelah Islam berkembang, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriyah (Islam).

Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syura/Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa, dan sebagainya.

Gambar Kalender Jawa Kuno

Sementara itu, nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Bahkan hari pasaran pada pada kalender Sakka juga digunakan.

Kalender Sultan Agung dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 8 Agustus 1633 Masehi.

Daftar nama hari, pasaran, bulan, tahun Jawa dan neptunya dapat anda perhatikan gambar di atas. Seperti yang tertulis pada deskripsi gambar bahwa orang Jawa sebelum membuat suatu acara  harus menentukan terlebih dahulu kapan hari baik dan buruk dengan perhitungan hari, pasaran, bulan dan tahun?

Admin sendiri masih belum mengerti bagaimana sejarahnya mengapa demikian, sedangkan orang sekarang menganggap bahwa semua hari itu baik. Terlepas dari perbedaan tersebut, dari itu mencerminkan bahwa orang Jawa itu penuh kehati-hatian dalam bertindak atau berbuat.

Sebelum melakukan sesuatu mereka selalu memperhatikan kelancaran dan keselamatan suatu acara yang akan dilaksanakan, agar tidak ada kendala yang datang. Namun, hal itu terkadang dianggap syirik oleh kepercayaan lain. Itulah kebhinekaan budaya Indonesia, kerukunan dalam perbedaan terkadang terlalu susah untuk kita jalani.

Baca juga: Akulturasi budaya Hindu Islam pada upacara adat