Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Yasunari Kawabata menjelmakan indahnya kebudayaan dan mitologi Jepang

Biografi. Yasunari Kawabata dianugerahi Nobel Sastra lewat karyanya yang berjudul Snow Country. Semuan karyanya selalu bercerita bagaimana ia mencoba membentuk sebuah narasi Jepang, di mana Identitas nasional dibangun dengan cara mengamati perbedaan kultural Jepang dan wilayah lain di dunia, terutama Barat.

Kawabata mendesain identitas sebagai sebuah pertahanan atau perlawanan terhadap idealisasi dalam acuan. Karenanya, karya-karya peraih Nobel Sastra 1968 ini pun berbicara tentang nilai-nilai dan etos kerja Asia, tentang Timur yang perlu menegaskan kembali nilai-nilai tradisional.

Dalam pidato penerimaan Nobelnya yang berjudul "Jepang, Keindahan, dan Diriku", sikap Kawabata atas tradisi tersebut kian jelas, misalnya ketika ia berbicara mengenai taman Jepang yang mencerminkan bentangan alam.

Di mana menurutnya, berbeda dengan taman ala Barat yang cenderung simetris, taman Jepang yang asimetris tak lain adalah bonsai (versi mini) jagat raya, yang justru karena ketidakesimetrisannya itu taman Jepang memiliki kekuatan lebih besar dalam menyimbolkan keanekaragaman dan keluasan.

Foto Yasunari Kawabata
Yasunari Kawabata

Kawabata mengemukakan pandangannya atas puisi para biarawan Zen abad pertengahan yang sangat dekat dengan alam. Dengan tegas ia menyatakan bahwa secara esensial, dirinya dipengaruhi tradisi filsafat dan estetika Zen yang meliputi karya sastra klasik Timur.

Kategori identitas yang diinginkannya tak lain adalah upaya menyelami diri-sendiri sebagai orang dalam secara spirit sekaligus historis. Ia ingin menulis tentang dirinya dan mempresentasikan identitasnya.

Salah satu novelnya adalah Master of Go (1972), bercerita tentang identitas Jepang. Go adalah permainan strategi kuno Jepang dan pertandingan Go berkaitan dengan permainan itu sendiri, serta dalam rangka menghormati tradisi dan ritual kuno tersebut mencerminkan ketegangan antara tradisi lama dan pragmatisme baru.

Dalam cerita, pemain terisolasi selama bagian dari pertandingan, dan akhirnya ketika para pemain keluar dari isolasi, tradisi Go sendiri telah hilang.

Kawabata menampilkan Jepang sebagai negeri timur yang eksotis dalam kacamata Barat, tetapi mulai limbung kesiriannya pascaperang karena kekalahan yang memalukan dan ancaman luar. Berikut kutipan pidato Kawabata :

"Di sini kami memiliki keadaan hampa, ketiadaan, menurut konsep Timur. Karya-karyaku sendiri bisa dikatakan sebagai karya kehampaan, tetapi ini tidak berasal dari nihilisme Barat. Landasan spiritualnya akan tampak sungguh berbeda. Dogen memberi judul sajaknya tentang berbagai musim dengan Realitas yang Berpembawaan Halus, dan bahkan saat menyanyikan keindahan empat musim ia benar-benar terbawa dalam meditasi Zen".

Kawabata menulis karya sastra lewat estetika Jepang yang halus dengan narasi psikologis dan erotisme. Ia menulis dengan gaya naturalistisnya menjadi lebih impresionistik. Ia memosisikan romantisme dalam dialog dan narasi. Ia banyak menggunakan plot maju mundur. Dengan gaya bahasa puitisnya dan keindahan haiku yang panjang. Ia menjelmakan indahnya kebudayaan dan mitologi Jepang.

Ingin mengenal lebih jauh tentang Kawabata? Silahkan baca Yasunari Kawabata sastrawan Jepang yang berakhir tragis

Dalam kepenulisannya, Kawabata selalu menghubungkan cerita dengan keterkaitan seorang geisha. Yakni pada spikologis tokoh yang melukiskan kesedihan romantisme, pada hubungan yang tak wajar lelaki dan perempuan. Banyak cerita pendek atau novelnya yang bercerita tentang perempuan, tradisi, identitas, dan peneguhan sebuah karakter. Ia membidik Jepang sebagai sebuah kekayaan yang dieksploitasi lewat kekuatan imajinasinya yang luar biasa.