Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tentang Syekh Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh Maghribi. Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa kepada masyarakat Jawa khususnya. Karena beliaulah yang mula pertama memasukkan ajaran Islam ke tanah Jawa.

Sehingga, berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau Jawa yang kebanyakan masih beragama Hindu dan kala itu akhirnya mulai banyak yang memeluk agama Islam. Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-kasta Waisya dan Syudra yang dapat diajak memeluk agama Islam.

Sedangkan dari kasta-kasta lain seperti Brahmana dan Ksatria pada umumnya tidak suka memeluk Islam. Bahkan, menurut beberapa sumber tidak sedikit dari kalangan Brahmana yang lari ke pulau Bali, dan menetap di pulau Dewata tersebut. Di sanalah akhirnya mempertahankan diri hingga sekarang, dan agama mereka kemudian dikenal dengan sebutan Agama Hindu Bali.

Berikut ini gambar Maulana Malik Ibrahim, klik gambarnya jika ingin melihat dalam ukuran besar.

Gambar Syekh maulana malik ibrahim

Jika dari kalangan Brahmana dan Ksatria tidak suka masuk agama Islam, hal itu mudah dimengerti, karena bagi mereka tentunya agak berat untuk duduk sama rendah dengan kaum waisya dan syudra yang selama ini mereka anggap hina.

Tetapi, dengan larinya para brahmana dan ksatria ke pulau Bali ternyata ada keuntungan bagi bangsa ini. Jika mungkin semua masuk Islam dan tidak ada yang melarikan diri ke Bali, pastilah pulau tersebut tidak menjadi pulau wisata yang terkenal dengan budayanya yang kental dan khas.

Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa ialah di daerah Jawa Timur. Dari sanalah beliau mulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untuk mengembangkan agama Islam.

Adapun cara beliau menyiarkan Islam, pertama-tama ialah dengan jalan mendekati pergaulan dengan anak negeri. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlak, sebagaimana diajarkan dalam Islam. Hal itu senantiasa diperlihatkannya dalam pergaulan sehari-hari.

Beliau tidak menentang secara tajam kepada agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli. Begitu pula beliau tidak menentang secara spontan terhadap adat istiadat yang ada serta berlaku dalam masyarakat yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha waktu itu, melainkan beliau hanya memperlihatkan keindahan dan ketinggian ajaran-ajaran dan didikan yang dibawa oleh Islam.

Berkat keramah-tamahannya, serta budi bahasa dan pergaulannya yang sopan santun itulah banyak anak negeri yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.

Untuk mempersiapkan kader umat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan guna menegakkan ajaran-ajaran Islam maka dibukalah pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta menggembleng para siswa sebagai calon muballigh Islam untuk masa depan.

Bertambah banyak orang yang memeluk Islam, bertambah berat pula tugas dan pekerjaannya. Tentu saja orang-orang itu tidak dibiarkan begitu saja, Mereka harus diberi didikan dan penerangan secukupnya, sehingga keimanannya menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh.

Di dalam usaha yang demikian itu, beliau kemudian menerima tawaran dari raja negeri Cheermen. Raja Cheermen sangat berhajat ingin meng-Islamkan raja Majapahit yang masih beragama Hindu.

Dalam riwayat dikatakan, bahwa Maulana Maghribi adalah keturunan dari Zainul Abidin bin Hassan bin Ali, keterangan ini menurut buku karangan Sir Thomas Stamford Raffles.

Sebagaimana diketahui, Thomas Stamford Raffles (1781 -1826), adalah seorang ahli politik Inggris, serta bekas letnan Gubernur Inggris di tanah Jawa dari tahun 1811 - 1816 M. Ingin tahu lebih jauh bagaimana Raffles menguasai Indonesia?

Baca di artikel : Kekuasaan Raffles di Indonesia dan Konvensi London

Adapun buku Thomas Stamford Raffles yang terkenal mengenai tanah Jawa adalah "History of Java", yang ditulisnya pada tahun 1817 M.

Diantara filsafat ketuhanannya, Maulana Malik Ibrahim pernah mengatakan : "Apakah yang dinamakan Allah itu? Ujarnya : "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan Adanya ..........................".

Menurut setengah riwayat mengatakan bahwa beliau berasal dari Persia. Bahkan Maulana Malik Ibrahim beripar dengan raja di negeri Cheermen. Mengenai letak negeri Cheermen ini masih dalam selisih para ahli sejarah. Raffles berpendapat bahwa Cheermen itu terletak di Hindustan, sedangkan ahli sejarah yang lain mengatakan bahwa Cheermen terletak di Indonesia.

Adapun mengenai nama kedua orang tuanya, kapan dan di mana beliau dilahirkan, dalam hal ini belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Kasyan, Persia. Kapan beliau meninggal dunia? Jika ditilik dari batu nisan yang terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, dekat Surabaya terukir sebagai tahun meninggalnya 882 Hijriyah atau tahun 1419 Masehi.

Di dalam sumber menyebutkan bahwa beliau itu berasal dari Gujarat India, yang rupanya disamping berniaga beliau juga menyiarkan agama Islam.

Selengkapnya baca juga Cara masuknya islam ke indonesia

Makam Maulana Ibrahim terletak di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur. Jalan yang menuju ke makam tersebut sekarang diberi nama Jalan Malik Ibrahim.

Baca juga: Sekilas tentang Sunan Ampel

Dalam sejarah, beliau dianggap sebagai pejuang utama serta pelopor dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan besar pula jasa.

Siapa Syekh Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim dilahirkan di Campa (Kamboja), ayahnya bernama Barakat Zainul Alam, seorang ulama besar dari Maghrib. Maulana Malik Ibrahim disebut juga Sunan Gresik atau Syekh Maghribi atau Makhdum Ibrahim Al-Samarqandi. Orang Jawa menyebutnya Asmorokondi.

Sebutan Syekh Maghribi menisbahkan asal keturunannya dari Maghrib, atau Maroko, Afrika Utara. Maulana Malik Ibrahim memiliki silsilah keturunan yang dekat dengan Rasulullah saw. melalui jalur Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far al-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa al-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumh, Alwi al-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim.

Maulana Malik Ibrahim termasuk orang pertama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya. Dengan ditemani oleh beberapa sahabatnya beliau datang pertama kali di desa Sembalo (sekarang Leran), Kecamatan Manyar, 9 kilometer arah utara kota Gresik. Sebagaimana Rasulullah saw. beliau menyebarkan Islam dimuali dengan mendirikan masjid di desa Pasucinan (Suci), Manyar.

Sebelum masuk tanah Jawa, Maulana Malik Ibrahim bermukim di Champa (dalam Legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Beliau menikahi putri raja yang memberinya dua putra, yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, beliau hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.

Dari kecil Maulana Malik Ibrahim adalah termasuk anak yang cerdas dan alim serta berwatak mulia. Sesudah mendapat didikan agama dari ayahnya, kemudian pada abad XIII Masehi (801 H) oleh ayahnya ditugaskan untuk menjalankan dakwah Islam menuju ke Asia Tenggara. Dengan perahu layar beliau melintasi samudra luas disertai debur ombak dan angin taufan yang dasyat untuk menjalankan missinya.

Hingga akhirnya sampailah di pelabuhan Gresik, salah satu pelabuhan yang cukup besar di Asia Tenggara pada saat itu, dan menjadi Bandar Kerajaan Majapahit. Setelah mendarat di kota Gresik, beliau memilih tempat di sebuah desa bernama Leran. Di desa itulah, pada tahun 801 H/1392 M. beliau mulai menjalankan dakwah Islam.

Di samping itu beliau juga membuka toko di desa Romo (3 km sebelah barat kota Gresik). Dengan memperkenalkan barang-barang bawaannya kepada masyarakat setempat, beliau juga mempelajari bahasa daerah demi mempermudah kelancaran dakwahnya. Dalam waktu yang relatif singkat, beliau akhirnya dapat menyesuaikan diri pada masyarakat setempat baik dalam menghadiri upacara-upacara perkawinan maupun acara-acara lainnya

Bahkan beliau menjadi juru damai apabila menemui masyarakat yang berselisih, hingga beliau terkenal dan disegani oleh masyarakat sekitarnya. Akhirnya, berkat Taufik dan Hidayah Allah SWT satu demi satu mereka memeluk agama Islam. Maulana Malik Ibrahim adalah di antara sembilan wali yang tertua. Sunan Ampel adalah anak Maulana Malik Ibrahim.

Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga.

Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat.

Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, kesenian, hingga pemerintahan. Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah Timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan.

Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesbeliau. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.

Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “Tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “Paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.

Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat.   Islamisasi Jawa Aktivitas pertama yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim dalam berdakwah saat itu adalah berdagang dengan membuka warung yang menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, beliau pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa atau Cempa.

Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Beliau merangkul masyarakat bawah atau kasta yang disisihkan dalam komunitas Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat di sekitar, yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Pertama-tama yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim adalah mendekati masyarakat melalui pergaulan dan berdagang.

Budi bahasa yang ramah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan yang hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.

Melalui berdagang beliau dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegbeliautan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal. Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke Ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura.

Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren di daerah itu, yang merupakan kawah condrodimuko bagi estafeta perjuangan agama Islam di masa-masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi oleh berjuta-juta umat Islam di Indonesia.

Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Pada acara haul itu dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur yang bernama harisah.  (Penulis adalah Dosen IPS Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang).