Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sebab umum dan sebab khusus Perang Diponegoro

Web SejarahPerang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga tahun 1830. Hal ini secara gamblang telah di bahas pada artikel Perang Diponegoro terjadi tahun 1825-1830. Untuk kali ini Sejarah Nasional dan Dunia akan membahas secara lebih spesifik tentang penyebab terjadinya perang tersebut.

Sebab terjadinya Perang Diponegoro dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebab umum dan sebab khusus. Berikut pembahasannya.

Sebab Umum

Sebab umum perang Diponegoro meliputi tiga hal, yaitu sebagai berikut:
  1. Rakyat dibelit oleh berbagai bentuk pajak dan pungutan yang menjadi beban turun-temurun.
  2. Pihak keraton Jogjakarta tidak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial.
  3. Kalangan keraton hidup mewah dan tidak mempedulikan penderitaan rakyat.

Sebab Khusus

Sebab khusus perang Diponegoro meliputi dua hal, yaitu sebagai berikut:
  1. Pangeran Diponegoro tersingkir dari elite kekuasaan, karena menolak berkompromi dengan pemerintah kolonial. Pangeran Diponegoro memilih mengasingkan diri ke Tegalrejo untuk memusatkan perhatian pada kehidupan keagamaan.
  2. Pemerintah kolonial melakukan provokasi dengan membuat jalan yang menerobos makam leluhur Pangeran Diponegoro.

Perang Gerilya

Hal itulah yang membuat Pangeran Diponegoro marah dan menganggapnya sebagai suatu penghinaan. Untuk memperkuat kekuasaannya beliau membangun pusat pertahanan di Selarong. Dukungan pada pangeran Diponegoro datang dari mana-mana, sehingga pasukan Diponegoro semakin kuat.

Dukungan datang dari Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasya Prawirodirjo, dan Kiai Mojo. Untuk menghadapi hal tersebut pihak Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan sulawesi Selatan di bawah pimpinan Jenderal Marcus de Kock.

Gambar Perang Diponegoro

Pangeran Diponegoro memimpin pasukannya dengan perang gerilya. Untuk mengatasi perlawanan Diponegoro tersebut, Gubernur Jenderal Van der Capellen menugasi Jenderal M. de Kock untuk menjalankan strategi benteng stelsel, yaitu mendirikan benteng di setiap tempat yang dikuasainya. Antara benteng yang satu dengan benteng yang lainnya dihubungkan dengan jalan untuk memudahkan komunikasi dan pergerakan pasukan.

Diponegoro Ditangkap

Taktik benteng stelsel ini bertujuan untuk mempersempit gerak pasukan Diponegoro. Pasukan Diponegoro semakin bertambah lemah, terlebih lagi pada tahun 1829 Kiai Mojo dan Sentoto Alibasya Prawirodirjo memisahkan diri.

Lemahnya kedudukan Diponegoro tersebut menyebabkan ia menerima tawaran perundingan dengan Belanda di Magelang. Dalam perundingan tersebut pihak Belanda diwakili oleh Jenderal De Kock. Namun perundingan tersebut gagal mencapai kata sepakat.

Selanjutnya Belanda menangkap Pangeran Diponegoro dan di bawa ke Batavia yang selanjutnya dipindahkan ke Manado, kemudian dipindahkan lagi ke Makassar. Pangeran Diponegoro meninggal dunia di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.

Dampak Perang Diponegoro

Perang Diponegoro yang berlangsung selama 5 tahun tersebut membawa dampak, antara lain sebagai berikut :
  1. Kekuasaan wilayah Jogjakarta dan Surakarta berkurang.
  2. Belanda mendapatkan beberapa wilayah Jogjakarta dan Surakarta.
  3. Banyak menguras kas Belanda.