Invasi (serbuan) Vietnam ke Kamboja segera mendapat perhatian dunia. Negara-negara Barat yang dipelopori oleh Amerika Serikat mengutuk invasi Vietnam, sedangkan negara-negara Blok Timur yang dipelopori Uni Soviet mendukung sikap Vietnam.
Negara-negara ASEAN juga mengecam Vietnam. Para menteri luar negeri ASEAN mengeluarkan suatu komunike bersama tanggal 7 Januari 1979 di Jakarta. Dalam komunike itu dinyatakan bahwa ASEAN mengutuk invasi bersenjata Vietnam ke Kamboja serta menegaskan hak-hak rakyat Kamboja untuk menentukan masa depannya yang terbebas dari campur tangan pihak luar dan menyerukan penarikan pasukan asing dari Kamboja.
Pernyataan ASEAN ini ditolak oleh Vietnam. Adanya penolakan ini mengakibatkan munculnya sikap pro dan kontra. Suara ASEAN yang diwakili oleh Perdana Menteri Singapura Siunathamby Rajaratnam menyatakan bahwa ASEAN sebagai organisasi regional yang antikomunis, tetapi bukan bertujuan menghancurkan Vietnam.
ASEAN hanya menginginkan agar Vietnam menarik pasukannya dari Kamboja tanpa syarat apapun. Untuk selanjutnya ASEAN bersedia menerima segala keputusan rakyat Kamboja, apakah memilih Heng Samrim yang berkuasa atas dukungan Vietnam atau memilih Pol Pot yang didukung oleh rezim Khmer.
Untuk mempertemukan pihak yang bertikai, atas usulan Indonesia diadakan “Jakarta Informal Meeting I” (JIM I) di Istana Bogor pada bulan Juli 1988 dan dilanjutkan dengan JIM II di Jakarta pada bulan Pebruari 1989. Kesepakatan yang dicapai dalam JIM adalah sebagai berikut :
- Pengakuan negara Kamboja yang berdaulat, independen, damai, netral dan nonblok.
- Program rekonstruksi dan pembangunan internasional untuk Kamboja.
- Penghentian campur tangan dan bantuan dari pihak luar yang bertikai.
- Penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja.
- Penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas di Kamboja.
Akhirnya pemerintahan transisi PBB di Kamboja atau United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) pada tanggal 23-28 Mei 1993 berhasil melaksanakan pemilihan umum di Kamboja. Rakyat Kamboja berharap dengan pemilihan umum akan mempunyai pemerintahan yang resmi dan diakui dunia yang membawa rekonsiliasi nasional, sehingga pembangunan rakyat Kamboja dapat berjalan kembali.
Melalui hasil pemilu tersebut, terbentuk pemerintahan baru di Kamboja dengan Pangeran Norodom Ranaridh dan Hun Sen terpilih sebagai perdana menteri dan Norodom Sihanouk diangkat menjadi kepala negara.
Baca juga: Tentang negara Kamboja