Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara penyebaran agama Islam di Malaka

Setiap pedagang dari berbagai bangsa yang datang ke Malaka biasanya tinggal selama beberapa bulan untuk mengurus dagangannya. Setelah urusan mereka selesai belum tentu mereka dapat segera meninggalkan Malaka. Mereka harus menunggu angin musim yang baik untuk berlayar kembali ke tanah air mereka.

Dengan demikian, para pedagang bangsa itu bergaul selama beberapa bulan di Malaka. Mereka juga bergaul dengan masyarakat setempat. Oleh karena itu, terjadilah interaksi antara para pedagang asing dengan penduduk setempat.

Kesempatan ini digunakan oleh pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab untuk menyebarkan agama Islam. Para pedagang tersebut mendirikan masjid di Malaka. Dan mereka mengajarkan agama Islam kepada para pedagang dari negara-negara lain dan penduduk setempat. Maka banyak pedagang-pedagang dari negara-negara lain yang masuk Islam, termasuk pedagang dari Indonesia.

Ketika kembali ke tanah air, para pedagang Indonesia singgah di beberapa pelabuhan. Di tempat itulah terjadi interaksi antara para pedagang tersebut dengan penduduk setempat. Di sinipun mereka menyebarkan agama Islam.

Sekembalinya ke daerah asal, mereka juga menyebarkan agama Islam di daerah masing-masing. Sebagian dari pedagang Gujarat, Persia dan Arab berkunjung pula ke Indonesia. Dan terjadilah interaksi antara mereka dengan penduduk Indonesia. Kesempatan itu juga mereka gunakan untuk menyebarkan agama Islam. Dengan demikian gama Islam tersebar di bumi Indonesia.

Jadi, pada waktu itu kota Malaka memegang 2 macam peran yaitu sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam.

Pada tahun 1811 kota Malaka direbut Portugis. Peristiwa itu mengakibatkan perubahan jalan pelayaran dan perdagangan, karena para pedagang tidak mau lagi berdagang di alaka. Mengapa? Karena bangsa Portugis memaksakan perdagangan monopoli. Para pedagang Gujarat, Persia dan Arab memindahkan kegiatan dagangnya ke Aceh. Sejak itu Aceh berkembang pesat.

Ada pula kapal dagang bangsa Gujarat, Persia dan Arab yang menempuh jalan lain, tidak melewati selat Malaka melainkan lewat pantai barat pulau Sumatera, Selat Sunda dan berlabuh di Pelabuhan Banten. Maka Pelabuhan Banten menjadi pelabuhan yang ramai. Di situ kapal-kapal dagang berlabuh untuk mengambil perbekalan dan memuat rempah-rempah.

Sebagian dari kapal-kapal dagang itu elanjutkan pelayarannya ke arah timur. Oleh karena itu, beberapa pelabuhan di pantai utara Jawa dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia menjadi berkembang pula. Antara lain, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ambon dan Ternate.

Seperti halnya di Malaka, di pelabuhan-pelabuhan tersebut pun para pedagang Islam tinggal selama beberapa bulan. Mereka baru kembali setelah datang angin musim yang baik. Selama itu, kembali terjadilah interaksi antara mereka dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat setempat. Kesempatan itu selalu digunakan untuk menyebarkan agama Islam oleh para pedagang.

Baca juga: 6 raja yang pernah memerintah Kerajaan Malaka