Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kerajaan Sriwijaya

Faktor pendorong perkembangan Kerajaan Sriwijaya

Ada beberapa hal yang mendorong perkembangan kerajaan Sriwijaya, antara lain:
1. Letaknya yang strategis di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
2. Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka.
3. Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.

Sriwijaya pusat agama buddha di asia tenggara

Seorang bhiksu Buddha dari Cina, I-tsing pada abad ke-7 singgah di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta. Tahun 717 seorang pendeta Tantris, Wajrabodhi dan Amoghawajra datang ke Sriwijaya.

Tahun 1011 - 1023 M datang pendeta dari Tibet, Attisa untuk belajar agama Budha kepada Guru Besar Sriwijaya, Dharmakirti. Seorang guru agama Buddha yang terkenal di Sriwijaya adalah Sakyakirti yang menulis buku berjudul Hastadandasastra.

Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Prasasti-prasasti Sriwijaya dengan huruf Pallawa dan bahasa melayu kuno adalah: Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Telaga Batu, Prasasti Karang Birahi, Prasasti Ligor

1. Prasasti Kedukan Bukit

Berangka tahun 605 Śaka (=683 Masehi). Menceritakan perjalanan suci yang dilakukan oleh Dapunta Hyang dengan perahu. Berangkat dari Minãngtãmwan dengan 20.000 orang tentara. Ia menaklukkan beberapa daerah.
Foto Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit

2. Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang)

Berangka tahun 684 Masehi berisi tantang pembuatan taman Śriksetra atas perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaşa untuk kemakmuran semua makhluk.
Foto Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo

3. Prasasti Telaga Batu (dekat Palembang)

Tidak berangka tahun. Berisi kutukan-kutukan yang seram terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan dan tidak taat terhadap raja.

Foto Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu

Prasasti Kota Kapur (dari Kotakapur, Bangka) dan Prasasti Karang Birahi (daerah Jambi hulu). Berangka tahun sama yaitu 686 Masehi. Isi kedua prasasti itu juga hampir sama, yaitu permintaan kepada dewa yang menjaga Sriwijaya dan untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat terhadap Sriwijaya.

Berdasarkan kedua prasasti itu dapat disimpulkan bahwa daerah Bangka dan daerah Maringin (Melayu) telah ditaklukkan oleh Sriwijaya. Sementara itu sang raja juga berusaha menaklukkan “bhumi jawa” atau Tarumanegara.

Puncak Kejayaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Dalam Prasasti Nalanda (860 M), Balaputradewa mengajukan permintaan kepada Raja Dewapaladewa dari Benggala untuk mendirikan biara bagi para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda. Balaputradewa adalah putra dari Samaratungga dari Dinasti Syailendra yang memerintah di Jawa Tengah tahun 812 - 824 M.

Faktor penyebab runtuhnya Sriwijaya

Ada beberapa hal yang menyebabkan kerajaan Sriwijaya menjadi mundur dan akhirnya runtuh, yaitu:
  1. Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
  2. Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja Rajendracoladewa.
  3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 - 1292, yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa.
  4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
  5. Serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.